Afeksi Merah Putih



Cintaku, betapa ketakutan telah menjamah hati ini
Menghirup udara, pun memupuk nafas dikerongkongan
Rasanya sia-sia
Namun cermin tua dihadapanku tertawa
Sambil berbisik Ia berkata
Percayalah, Tuhan yang Esa selalu menghadirkan cerita suka
Meski harus terluka sebelumnya

Adalah aku,
Putih diantara hitam, pemberani diantara si penakut
Digantung tak berdaya dibawah sinar sang surya
Menyaksikan penghianatan semesta dengan penuh rasa iba
Mereka mengutukmu
Menyebut semboyan keadilan dan kebiadaban, hanya sebuah kemunafikan
Sayangku, mereka ingin merusak kesucianmu
Menyerahkan jiwa mereka, demi ambisi buta yang menyesatkan raga

Mereka memintaku, menjanjikan kebahagiaan semu
Namun aku jelas tak mau
Biarlah aku menjadi usang, daripada kita yang menjadi asing
Biarlah aku hidup dalam penderitaan
Daripada hidup bahagia dalam kesesatan
Bukankah ini, persatuan yang kau inginkan?
Dibawah pohon beringin tua, kau mengangguk berkata iya

Mereka yang tak lagi sudi bermusyawarah
Menuntut keputusan yang katanya, selama ini kau telan sendirian
Memerangimu dengan penghianatan demokrasi
Memporak-porandakan raga, mencabik-cabik jiwa tak berdosa
Menumpahkan darah sesama manusia
Semua itu mereka lakukan tanpa rasa
Layaknya binatang tak berotak dan tak memiliki hati nurani

Para penghianat itu bersikeras menuntut keadilan
Adil yang bagi mereka seperti nafsu setan
Membinasakan untuk merebut nilai-nilai sosial
Cintaku, sungguh malang nian nasibmu itu
Dibinasakan tanpa diberi kesempatan untuk melawan
Ah, setiap penghianatan memang selalu menjijikan
Dan komunis melakukan itu padamu tanpa ragu, tanpa tahu malu

Jeritan kesakitan masih terdengar jelas di dalam ceruk telingaku
Lubang buaya masih terekam suram dalam ingatan
Cintaku, tak banyak yang dapat ku perbuat untukmu
Aku hanya mampu berdoa
Agar segala daya dan upaya yang kini telah kau rebut lagi dari mereka
Tak sirna dan takkan terulang untuk kedua kalinya
Karena tak elok rasanya, jika yang lain semakin berkembang
Sedangkan kita masih sibuk dengan perseteruan dalam kandang

Adalah aku, merah dan putih
Yang lahir dari nyawa para pejuang
Dari darah, air mata, cinta serta cita
Dari seluruh raga yang memperjuangkan tanah air bernama Indonesia
Aku ada untuk mereka yang berhati suci
Untuk mereka para pemberani yang mampu mempertahankan negeri ini
Bukan untuk para pengumpat, apalagi penghianat
Matilah dalam keadaan tidak hormat
Itu lebih baik daripada hidup hanya untuk membinasakan negeri sendiri

Tenggarong, 18 November 2018
L. Sastra

Komentar

Postingan Populer